Secangkir Kopi dan kehidupan



Kebiasaan rutin yang tidak bisa ditinggalkan sejak masih kelas 2 SMA. Ada cerita saat saya merasa frustasi dan dijejali dengan banyak kritikan ga’ masuk akan yang membunuh karakter saya secara ga’ langsung. Menjadikan saya lebih sering berpikir tentang hakikat kehidupan. Tololnya, begitu saya sudah menemukan Tuhan, itu adalah penyesalan terbesar dalam hidup saya.

Entah ini benar atau salah sepertinya saya sedang kepepet untuk tidak pernah ingin tahu siapa Tuhan sebenarnya. Ada saksi nyata dalam kehidupan yang pernah dengan telanjang menyaksikan bentuk nyata adanya Tuhan. sulit dipercaya, tapi itulah kenyataannya.

Suatu ketika dimasa muda, saya pernah mengikuti sebuah nasehat dari buku berjudul musashi. Nasehatnya seperti ini “saya tidak akan pernah menyesali apa yang akan saya lakukan” dan itu membuat saya tidak pernah menyalahkan perbuatan gila orang lain atas saya. Saya cenderung menerima semuanya atas dasar kebebasan hak dan kewajiban.

Pernah pula saya mengikuti nasehat botol dari seorang guru, jika hidup ini diibaratkan sebagai kopi, maka jadilah kopinya, jangan menjadi airnya. Nasehat yang saya sesali dikemudian hari. Apapun saya saat ini, bagaimana pun keadaan saya, ternyata itu adalah aturan dari Tuhan yang tidak pernah saya inginkan dan tidak bisa saya usahakan. Jika bisa memilih, saya ingin seperti orang lainnya, merasa memiliki kebebasan berpikir dan bertindak sesuka hati. Tidak pernah bertemu dengan Tuhan. Karena pertemuan itulah akhirnya saya punya motto “menikmati apa yang diberikan Tuhan dengan sadar itu menyenangkan”. Orang hidup itu menunggu mati. Kepastian pahit. Kesakitan dan kelelahan untuk menerima sebuah TAKDIR.


0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Developed by Free CSS Templates Pimped for blogger by Blogger Templates