Menjawab pernyataan Islam Bukan agama yang paling benar


Sebenarnya ini hanya bagian dari keisengan di bulan oktober dengan seorang teman. Awalnya, saya hanya melakukan review sekilas pandangmengenai blogernas. blog yang terkenal karena ajaran sesatnya. Penulis blog dengan filsafatnya menuduhkan penghinaan terhadap berbagai macam agama dan mengajukan banyak pertanyaan dan pernyataan. Tapi entahlah, terus terang saja saya kecipratan popular gara-gara terus menentang mas EA (singkatan penulis) dengan komentar pedas yang cerdas.

Menurut pemikiran saya, apa yang saya berikan sudah lebih dari cukup untuk mengalahkan pemikiran liar si penulis (begitu pula menurut kawan-kawan lain). Saya sudah malas untuk berkomentar tidak jelas dan terus dibelokan ke persoalan yang bukan inti dari setiap kritik yang saya berikan. Untuk itu saya akan membuat kolom edisi khusus, Menjawab Pemikiran Liar Blogernas sehingga bisa dipakai oleh blogger lain untuk menanggapi setiap artikel yang ditulis mas ea.

Kesempatan kali ini saya akan menjawab pernyataan mas EA dalam artikelnya “pernyataan islam bukan agama yang paling benar”. Pada kenyataannya, itu merupakan statemen dari janji Tuhan islam yang mau tidak mau harus tetap dijaga oleh umat islam. Al-qur’an bukanlah buku yang dapat diubah maupun digonta-ganti seperti hal nya ilmu lain yang mengalami revisi. Dikatakan islam adalah agama yang paling benar (menurut pemeluk islam) tak ubahnya seperti Kristen adalah agama yang paling benar (menurut pemeluk kristen), atau Buddha adalah agama yang paling benar (menurut pemeluk Buddha). Pernyataan yang sebenarnya tanpa dijawab pun telah dibuktikan oleh masing-masing individu dalam menganut keyakinannya. Toleransi beragama pun telah di atur sedemikian rupa oleh undang-undang dan pancasila. 



Permasalahan utamanya adalah kutipan berikut:

Nah, berdasarkan dari penalaran seperti inilah saya berpendapat bahwa Islam bukanlah agama yang paling benar. Secara psikologi bahasa (psycho linguistic), secara tersirat pernyataan ini mengklaim hanya Islamlah yang paling benar dan agama lain salah. Dan secara psikologi sosial, pernyataan ini rentan mengundang konflik lintas agama. Karena secara tidak langsung pernyataan ini terkesan mendiskreditkan agama lain.

“Saya tidak bermaksud menyudutkan Islam. Tapi ingin memahami persoalan ini dalam relasi antar umat beragama. Dalam etika peragaulan antar umat bergama, khsusnya dalam etika komunikasi antar umat beragama.

Islam benar bagi umatnya sendiri. Tapi di ruang publik, dalam relasi antar pemeluk agama, pernyataan ini menjadi tidak etis. Bagi saya akan lebih etis dan bijak jika digunakan kalimat: Islam benar bagi kami. Islam benar bagi saya. Dan seterusnya.”

Dalam segi bahasa, atau komunikasi sebenarnya tidak akan pernah mengalami kesalahpahaman. Contoh sederhananya seperti pernyataan ini: he don’t wanna go. Grammar yang salah tapi sering dipakai oleh orang amerika dalam pembicaran sehari-hari , notabenenya mengerti bahasa inggris. Kenapa demikian?  Karena secara linguistic maupun secara psikologis didalam rangsangan otak, itu merupakan pernyataan yang berarti sama dengan he doesn’t wanna go (grammar yang benar). Begitu pula dengan pernyataan islam adalah agama yang paling benar. Secara tidak langsung bagi pemeluk islam sebenarnya merupakan keyakinan yang penuh terhadap agama islam dengan lisan. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Alias gue ga’ bakal pindah agama apapun yang terjadi.

Itu seperti pernyataan “saya paling suka jeruk manis”. Apakah Anda yang menyukai jeruk asam bisa tersinggung hanya karena saya mengatakan “saya paling suka jeruk manis”. Tentu saja tidak. Tapi itu merupakan pernyataan pengakuan atas diri pribadi terhadap Anda bahwa saya menyukai jeruk manis. Begitu pula ketika ada seorang muslim mengatakan “islam adalah agama yang paling benar”. Secara psikologis pernyataan tersebut akan diartikan  otak saya “secara pribadi bagi saya islam adalah agama yang paling benar”. kemudian bagi pendengarnya “bagi dia pribadi islam adalah agama yang paling benar”.


Tidak benar jika Anda mengatakan bahwa seseorang akan mengartikan “islam adalah agama yang paling benar” akan direspon oleh pendengar non-islam baik Kristen maupun Buddha sebagai “hanya Islamlah yang paling benar dan agama lain salah”. itu tidak akan pernah terjadi karena keluar dari fungsi psikologis pendengar. Jika Anda masih ragu silahkan coba ucapkan pernyataan tersebut kepada orang non-muslim. Jika Anda masih meragukan silahkan dicoba dikehidupan nyata, karena saya tahu dengan pasti tidak mungkin otak orang lain merespond dengan kalimat Anda.

Kemudian apa yang Anda nyatakan sebagai  keingin menyatakan etika dalam relasi sekalipun, tidak akan pernah terjadi kesalahpahaman karena baik orang islam maupun pemeluk agama lain tanpa perlu menyatakan kalimat tersebut sudah mampu menerjemahkan “Apa agama yang paling benar menurut seseorang dilihat dari agama yang ia anut”.  

Sedangkan di ruang public, tidak akan pernah kita jumpai permasalahan seperti ini mengingat baik secara bahasa maupun psikologis, masing-masing individu mengatakan “agama saya yang paling benar” dengan bentuk eksistensinya sebagai pemeluk agama.

Yang saya permasalahkan disini adalah sepertinya Anda terlihat konyol dengan mempermasalahkan masalah yang tidak pernah dipermasalahkan. Apalagi Anda tidak dengan Etis mempublish masalah ini ke khalayak umum. Apakah mungkin orang mendengar nasehat mengenai etika yang disuarakan oleh orang yang tidak punya etika?Sebaik-baik manusia adalah mereka yang mengetahui kesalahannya dan segera memperbaikinya. Demikian saya menjawab pernyataan menyesatkan Erianto Anas.


NB: saya mengetahui dengan persis apa yang Anda maksudkan dalam setiap artikel. Tapi sungguh disayangkan bahwa artikel Anda yang sulit dimengerti oleh orang awam dapat menyesatkan orang lain. Dan untuk itu saya minta maaf atas segala sangahan yang saya lakukan dengan sengaja dan kurang etis pula. Apapun alasannya Agama bukan untuk main-main. 

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Developed by Free CSS Templates Pimped for blogger by Blogger Templates