Pelacur itu Bernama Lolita



Ia tidak berencana berkarir di dunia yang tidak pernah ia ketahui. Ia hanya tahu bahwa ia telah dijual kepada manusia lainnya sejak ia berusia 10 tahun. Ia sudah lupa nama aslinya, bukan lupa secara tidak sengaja, namun sengaja melupakannya. Ia hanya tahu bahwa orang memanggilnya lolita.
Lolita sang pelacur, begitulah Tuhan menadirkannya demikian. Tapi bagi lolita sendiri, itu hanya omong kosong yang mau tidak mau harus ia terima. Kini ia sudah berusia 25 tahun, usia yang matang. Ia kini hidup mandiri, tanpa ikatan dengan siapa pun. Dan merasa menjadi lebih dewasa dari siapa pun di dunia ini.
Pernah suatu kali ia memimpikan membangun rumah tangga dan meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai pelacur. Tapi niat itu ia urungkan mengingat “siapa yang mau dengan mantan pelacur”. Ia sudah menguburnya dalam-dalam. Jauh lebih dalam dari ingatan saat ia dilahirkan.
Lolita berkulit putih bersih, menawan, sangat memukau, memiliki tutur kata yang halus, dan mampu membuat rayuan yang tidak bisa ditolak oleh siapa pun. Cerdas, namun liar. Ia adalah pelacur dengan gaji 5 juta permalam. Pelanggannya adalah para pejabat yang membuat undang-undang “Hentikan pelacuran”. Para pelanggannya adalah orang-orang terhormat yang entah mengapa harus rela bertekuk lutut dihadapan seorang pelacur. Bukankah sebuah ironi yang sangat memukau kehidupan?
Sang pelacur bukanlah wanita rendahan. Mereka yang membutuhkan sang pelacur adalah orang-orang yang lebih rendah. Sang pelacur adalah pekerjaan sama halnya seperti korupsi. Alasannya cukup menarik, uang adalah segalanya.
Berbeda dengan pelacur lainnya, lolita tidaklah berhasrat akan uang. Ia memandang para pelanggannya sebagai manusia yang lebih rendah darinya. Lolita hanya sebuah gambaran ketidakberdayaan akan kekuasaan manusia atas manusia lainnya. Ia telah melalui masa sulit itu. Kini ia mampu melihat sisi lain dari para pelanggannya. Bukankah ia adalah orang yang dibutuhkan oleh pelanggannya? Siapa membutuhkan siapa?
Lolita oh lolita... sang pelacur cerdas yang selalu mampu memandang kegetiran sebagai bahan lelucon untuk menghibur kesendiriannya akan takdir yang pahit.

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Developed by Free CSS Templates Pimped for blogger by Blogger Templates